Jumat, 22 Januari 2016

MEMAHAMI ARTI SEBUAH MUSIBAH

Saat anda sedang dirundung malang, saat anda bersedih dan saat anda beduka karena tertimpa masalah, bukan hanya satu masalah saja, tapi bahkan muncul masalah bertubi – tubi maka ada baiknya anda introspeksi diri sebelum menyimpulkan bahwa semua yang terjadi ini adalah takdir Sang Illahi. Ya ada baiknya anda menengok ke belakang sebelum membuat keyakinan bahwa semua kesedihan, semua petaka dan semua yang menyakitkan itu adalah sebuah suratan takdir Tuhan yang harus dijalani. Jangan terlalu dini menyimpulan sebuah takdir dan jangan terlalu gegabah “menuduh” bahwa semua hal yang tejadi memang sudah kehendaknya.
Mengapa harus introspeksi diri?
Perlu diketahui bahwa introspeksi adalah sebuah upaya untuk mengetahui kesalahan diri saat dalam kondisi kesedihan dan kedukaan yang mendalam perlu dan harus introspeksi karena setidak – tidaknya seseorang akan mengingat – ingat, merenungkan dan pada akhirnya akan mengetahui apakah kepedihan atau kepahitan hidup yang menimpa kita itu benar – benar dari Allah SWT atau berasal dari kedzaliman orang lain atau bahkan sumbernya berasal dari kesalahan diri kita atau karena dosa- dosa kita sendiri.
Ada 3 kemungkinan dalam menyikapi musibah yaitu bisa jadi pertama itu sebagai cobaan, kedua bisa jadi sebagai peringatan, dan yang ketiga sebagai adzab dari Tuhan.
Perlu diresapi bahwa 3 (tiga) kemungkinan itu sangat terkait dengan apa yang sudah kita lakukan sebelumnya.
Kebanyaan dari manusia menganggap bahwa segala apa yang menyakitkan / menyedihkan itu adalah ujian atau cobaan. Anggapan itu adalah salah, karena terhadang ujian / cobaan itu bisa berupa kesenangan karena kelebihan harta, jabatan dll, dan belum tentu itu baik baginya bila tidak dapat mejalankan amanat yang dibebankan kepadanya.
Allah SWT berfirman dalam Al- Qur’an : “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan : “Kami telah beriman, sedang mereka tidak diuji lagi”(QS. Al – Ankabut 2) ”
Pengertian yang bisa diambil dalam ayat diatas adalah bahwa ketika seseorang sudah mengaku bahwa ia telah beriman maka pada saat itulah Allah pasti akan mengujinya Tujuan ujian disini adalah apakah seseorang itu benar – benar beriman sampai dalam hatinya atau hanya beriman dibibirya saja. Disinilah keimanan itu butuh pembuktian. Dan Allah ingin membuktikan keimanan itu lewat cobaan / ujian yang dia timpakan. Lewat ayat itu pula Allah sesunguhnya ingin menjelaskan bahwa ujian hanya diberikan kepada mereka – mereka yang beriman. Mari kita telusuri bahwa musibah yang menimpa pada diri kita itu sebagai ujian atau cobaan. Apakah anda sebelumnya pernah melakukan dosa kepada Alah atau kepada sesama manusia? Jika benar maka jangan menyebut musibah yang menimpa itu sebagai cobaan bisa jadi itu adalah sebuah peringatan atau adzab. Akan tetapi jika sebelumnya Anda termasuk orang yang khusyuk beibadah,sholat tak pernah telat, pasa pun tak pernah ketingalan, anda juga suka berdzikir dan suka berbuat baik terhadap sesama namun ok hidup anda selalu gagal, miskin, sengsara, maka kesedihan yang Anda jalani itu adalah sbuah ujian,jika tidak atau sebaliknya bisa jadi itu adalah peringatan atau yang lebih keras lagi adalah adzab.
Ketika anda merasakan itu ebuah peringatan maka segeralah ingat dan kembali kepada Alah apalagi kalau itu berupa adzab tentu ini lebih serius lagi kita harus bertaubat, beristigfar kepada Allah, bahkan taubat yang nasuha atas dosa – dosa yang telah kita perbuat. Dan bersyukurlah jika Anda diberi kesempatan untuk hidup, berarti Allah  masih sayang  kepada kita memberi kesempatan untuk hidup, guna memperbaiki diri.
Termasuk musibah yang dialami manusia termuya Rosulullah Muammad SAW sendiri manusia paling sempurna imannya nyatanya juga pernah mengalami penderitaan hidup, kesusahan yang cukup serius karena fitnah (kasus Aisyah ang difitnah selingkuh) dan bahkan selama perjalanan hidup Nabi selalu menghadapi persoalan – persoalan yang menyedihkan seperti kematian orang yang beliau sayangi secara berturut – turut (pamannya Abu Tholib dan istri tercintanya Khadijah). Di saat – saat mereka dibutuhkan Nabi ketika berjuang mempertahankan Islam meghadapi orang – orang kafir Quraisy yang kejam, sehingga sampai – sampai beliau dan para sahabat dan pengikutnya hijrah ke Madinah.
Beliau sebelumnya pernah dihina, direndahkan martabatnya oleh orang – orang kafir, pernah diboikot. Bahkan Nabi pernah dituduh sebagai penyihir, pendusta, orang gila, dan pernah menjadi target pembunuhan dll.

Kalau Nabi sebagai manusia termulya dan paling sempurna dalam keimanannya nyatanya juga mengalami penderitaan hidup,apalagi kita sebagai manusia biasa. Maka tak ada gunanya berduka terus menerus dan hidup dalam kesedihan. Kalau semua orang bisa bersedih semestinya kita bisa menganggap iu sebagai hal biasa. Semoga….   (H. Budiman S)


Be the first to reply!

Posting Komentar

 
back to top