MEMAHAMI ARTI SEBUAH MUSIBAH
Saat
anda sedang dirundung malang, saat anda bersedih dan saat anda beduka karena
tertimpa masalah, bukan hanya satu masalah saja, tapi bahkan muncul masalah
bertubi – tubi maka ada baiknya anda introspeksi diri sebelum menyimpulkan
bahwa semua yang terjadi ini adalah takdir Sang Illahi. Ya ada baiknya anda
menengok ke belakang sebelum membuat keyakinan bahwa semua kesedihan, semua
petaka dan semua yang menyakitkan itu adalah sebuah suratan takdir Tuhan yang
harus dijalani. Jangan terlalu dini menyimpulan sebuah takdir dan jangan
terlalu gegabah “menuduh” bahwa semua hal yang tejadi memang sudah kehendaknya.
Mengapa
harus introspeksi diri?
Perlu
diketahui bahwa introspeksi adalah sebuah upaya untuk mengetahui kesalahan diri
saat dalam kondisi kesedihan dan kedukaan yang mendalam perlu dan harus
introspeksi karena setidak – tidaknya seseorang akan mengingat – ingat,
merenungkan dan pada akhirnya akan mengetahui apakah kepedihan atau kepahitan
hidup yang menimpa kita itu benar – benar dari Allah SWT atau berasal dari
kedzaliman orang lain atau bahkan sumbernya berasal dari kesalahan diri kita
atau karena dosa- dosa kita sendiri.
Ada 3
kemungkinan dalam menyikapi musibah yaitu bisa jadi pertama itu sebagai cobaan,
kedua bisa jadi sebagai peringatan, dan yang ketiga sebagai adzab dari Tuhan.
Perlu
diresapi bahwa 3 (tiga) kemungkinan itu sangat terkait dengan apa yang sudah
kita lakukan sebelumnya.
Kebanyaan
dari manusia menganggap bahwa segala apa yang menyakitkan / menyedihkan itu
adalah ujian atau cobaan. Anggapan itu adalah salah, karena terhadang ujian /
cobaan itu bisa berupa kesenangan karena kelebihan harta, jabatan dll, dan
belum tentu itu baik baginya bila tidak dapat mejalankan amanat yang dibebankan
kepadanya.
Allah
SWT berfirman dalam Al- Qur’an : “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka
dibiarkan (saja) mengatakan : “Kami telah beriman, sedang mereka tidak diuji
lagi”(QS. Al – Ankabut 2) ”
Pengertian
yang bisa diambil dalam ayat diatas adalah bahwa ketika seseorang sudah mengaku
bahwa ia telah beriman maka pada saat itulah Allah pasti akan mengujinya Tujuan
ujian disini adalah apakah seseorang itu benar – benar beriman sampai dalam
hatinya atau hanya beriman dibibirya saja. Disinilah keimanan itu butuh
pembuktian. Dan Allah ingin membuktikan keimanan itu lewat cobaan / ujian yang
dia timpakan. Lewat ayat itu pula Allah sesunguhnya ingin menjelaskan bahwa
ujian hanya diberikan kepada mereka – mereka yang beriman. Mari kita telusuri
bahwa musibah yang menimpa pada diri kita itu sebagai ujian atau cobaan. Apakah
anda sebelumnya pernah melakukan dosa kepada Alah atau kepada sesama manusia?
Jika benar maka jangan menyebut musibah yang menimpa itu sebagai cobaan bisa
jadi itu adalah sebuah peringatan atau adzab. Akan tetapi jika sebelumnya Anda
termasuk orang yang khusyuk beibadah,sholat tak pernah telat, pasa pun tak
pernah ketingalan, anda juga suka berdzikir dan suka berbuat baik terhadap
sesama namun ok hidup anda selalu gagal, miskin, sengsara, maka kesedihan yang
Anda jalani itu adalah sbuah ujian,jika tidak atau sebaliknya bisa jadi itu
adalah peringatan atau yang lebih keras lagi adalah adzab.
Ketika
anda merasakan itu ebuah peringatan maka segeralah ingat dan kembali kepada
Alah apalagi kalau itu berupa adzab tentu ini lebih serius lagi kita harus
bertaubat, beristigfar kepada Allah, bahkan taubat yang nasuha atas dosa – dosa
yang telah kita perbuat. Dan bersyukurlah jika Anda diberi kesempatan untuk
hidup, berarti Allah masih sayang kepada kita memberi kesempatan untuk hidup, guna
memperbaiki diri.
Termasuk
musibah yang dialami manusia termuya Rosulullah Muammad SAW sendiri manusia
paling sempurna imannya nyatanya juga pernah mengalami penderitaan hidup,
kesusahan yang cukup serius karena fitnah (kasus Aisyah ang difitnah selingkuh)
dan bahkan selama perjalanan hidup Nabi selalu menghadapi persoalan – persoalan
yang menyedihkan seperti kematian orang yang beliau sayangi secara berturut –
turut (pamannya Abu Tholib dan istri tercintanya Khadijah). Di saat – saat
mereka dibutuhkan Nabi ketika berjuang mempertahankan Islam meghadapi orang –
orang kafir Quraisy yang kejam, sehingga sampai – sampai beliau dan para
sahabat dan pengikutnya hijrah ke Madinah.
Beliau
sebelumnya pernah dihina, direndahkan martabatnya oleh orang – orang kafir,
pernah diboikot. Bahkan Nabi pernah dituduh sebagai penyihir, pendusta, orang
gila, dan pernah menjadi target pembunuhan dll.
Kalau
Nabi sebagai manusia termulya dan paling sempurna dalam keimanannya nyatanya
juga mengalami penderitaan hidup,apalagi kita sebagai manusia biasa. Maka tak
ada gunanya berduka terus menerus dan hidup dalam kesedihan. Kalau semua orang
bisa bersedih semestinya kita bisa menganggap iu sebagai hal biasa.
Semoga…. (H. Budiman S)